Rabu, 14 Januari 2009

. CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

A. Konsep CTL

Ctl merupakan salah satu bentuk membelajarkan siswa dengan cara memberikan pengalaman langsung. Siswa belajar dari lingkungan yang berada di sekitarnya. Salah satu contohnya adalah siswa yang disuruh melakukan observasi di pasar. Kemudian siswa itu disuruh menjelaskan apa saja yang ia pelajari selama melakukan observasi di pasar.

Ada tiga prinsip dalam pembelajaran CTL. Pertama, siswa dituntut untuk menemukan sendiri pengetahuan baru. Tidak hanya mendapatkan pengetahuan yang baru, namun lebih dari itu siswa dikondisikan agar dapat memahami proses yang terjadi dalam mendapatkan ilmu itu. Singkatnya, siswa membangun sendiri pengetahuannya.

Kedua, siswa dituntut untuk dapat menghubungkan ilmu yang ia dapatkan di sekolah dengan kejadian actual di masyarakat. Ketiga, diharapkan siswa dapat mengaplikasikan ilmu yang ia dapatkan dengan kejadian aktual di masyarakat.

Terkait dengan itu, ada lima karakteristik penting dalam CTL.

1. Pembelajaran merupakan pengaktivan kembali informasi yang sudah ada pada siswa.

2. CTL merupakan suatu upaya untuk mendapat pengetahuan yang didapatan dengan cara deduktif.

3. Pemahaman yang diperoleh bukan untuk dihafal, tetapi untuk difahami dan diyakini.

4. Mempraktekan pengetahuan yang telah didapat.

5. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan.

B. Prosedur CTL

Setiap siswa memiliki gaya belajar sendiri. Bobbi Deporter (1992) menyebutkan hal itu sebagai unsure modalitas belajar. Menurutnya ada tiga belajar pada tiap diri siswa dimana tiap orang memiliki kecenderungan terhadap salah satunya. Ketiga hal itu adalah visual, auditorial, dan kinestetis. Siswa yang memiliki kecenderungan visual akan cenderung belajar dengan cara melihat. Siswa dengan kecenderungan auditorial akan lebih tertarik untuk belajar dengan mendengarkan suara-suara. Sementara siswa dengan karakter kinestetis akan lebih tertarik untuk praktek dengan melakukan suatu kegiatan atau menyentuh secara langsung.

Dalam CTL, guru dituntut untuk dapat memahami karakteristik belajar siswa sehingga siswa dapat belajar dengan gayanya masing-masing. Dalam pembelajaran konvensional, guru sering lupa memperhatikan hal ini. Sehingga yang terjadi adalah apa yang dikatakan Oleh Paulo Freire sebagai pemaksaan kehendak.

Sehubungan dengan itu, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru ketika akan menerapkan gaya belajar CTL.

1. Siswa harus dipandang sebagai manusia yag sedang berkembang dan bukan sebagai orang dewasa dalam ukuran kecil. Kemampuan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh level perkembangan siswa sehingga kita tidak boleh memberikan pelajaran yang tidak sesuai dengan level perkembangan siswa tersebut. Dengan demikian guru tidak bertindak sebagai penguasa dalam sebuah pembelajaran, namun ia berperan sebagai pembimbing siswa dalam membimbing mereka sesuai dengan level perkembangannya.

2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk mencoba hal yang baru. Mereka akan senang jika mendapat tantangan-tantangan yang baru. Oleh karena itu, gur uberperan sebagai pemilih objek baru dan menantang yang akan dipelajari oleh siswa.

3. Belajar bagi siswa adalah mengaitkan hal-hal yang telah dikuasi dengan informasi baru yang mereka dapatkan. Dengan demikian tugs guru adalah untuk mengaitkan informasi yang telah ada pada siswa dengan hal baru yang ia pelajari.

4. Belajar merupakan proses penyempurnaan skema yang sudah ada pada diri siswa (asimilasi) dan membuat skema yang baru (akomodasi). Dengan demikian guru bertugas untuk membantu melakukan proses asimilasi dan akomodasi.

C. Filsafat dan Teori Belajar dalam CTL

CTL sangat dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme. Menurut filsafat ini, Tuhan menciptakan alam semesta dan manusia menjadi tuan dari ciptaan-Nya. Mengetahui berarti tahu dan faham tentang proses pembuatannya dan untuk mencapai itu, maka manusia harus mengkonstruk pemahamannya. Dengan demikian, ilmu tidak dapat diperoeh dari orang lain semisal guru, namun harus diperoleh sendiri sehingga ia dapat mengkonstruk pengetahuannya.

Sama dengan aliran filsafat yang mendasarinya, CTL menggunakan teori belajar konstruktivstik. Menurut Peaget, setiap menusia memiliki kemampuan untuk mengkonstruk sendiri pengetahuan yang akan dimilikinya. Ia menyebutnya sebagai skema. Belajar adalah soal menyempurnakan skema yang sudah ada (asimilasi) dan membentuk skema yang baru (akomodasi).

Minggu, 19 Oktober 2008

KONSEP PAKEM


oleh : Depdiknas

A. Apa itu PAKEM?

PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.

Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.

Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut:

Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.

  1. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
  2. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
  3. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
  4. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

B. Apa yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM?

1. Memahami sifat yang dimiliki anak

Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan, tersebut. Suasana pembelajaran dimana guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.

2. Mengenal anak secara perorangan

Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Menyenangkan, dan Efektif) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut menjadi optimal.

3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar

Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.

4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah

Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).

5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik

Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam PEMBELAJARAN karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.

6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar

Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat men-gembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.

7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar

Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.

8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental

Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ‘PAKEMenyenangkan.’

C. Bagaimana Pelaksanaan PAKEM?

Gambaran PAKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama PEMBELAJARAN. Pada saat yang sama, gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut. Berikut tabel beberapa contoh kegiatan pembelajaran dan kemampuan guru.

Kemampuan Guru

Pembelajaran

Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam.

Sesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misal:

Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri

Gambar

Studi kasus

Nara sumber

Lingkungan

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan.

Siswa:

Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara

Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri

Menarik kesimpulan

Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri

Menulis laporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiri

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan.

Melalui:

Diskusi

Lebih banyak pertanyaan terbuka

Hasil karya yang merupakan pemikiran anak sendiri

Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa.

Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)

Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut.

Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan

Guru mengaitkan PEMBELAJARAN dengan pengalaman siswa sehari-hari.

Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.

Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari

Menilai PEMBELAJARAN dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus.

Guru memantau kerja siswa

Guru memberikan umpan balik

Minggu, 28 September 2008

Bingung Memilih Materi Pembelajaran


Banyak diantara kita yang kadang merasa bingung ketika akan mulai mengajar. Semalam sebelum masuk kelas mungkin kita masih bingung materi apa yang akan kita berikan untuk pembelajaran esok. Hal ini bias terjadi pada sebagian guru, trainer, atau mentor di sekolah-sekolah. Bisa jadi kita hanya terjebak dalam buku-buku paket yang beredar di pasaran. Kita hanya menyampaikan isi dari buku sampai habis pada siswa tanpa faham esensinya. Pokoknya catat buku sampai habis. Lalu apa yang harus kita lakukan, bagaimana cara menentukan materi yang akan kita berikan?


Dalam setiap kegiatan pembelajaran yang akan kita lakukan hendaknya kita menentukan dulu goal/tujuan dari pembelajaran tersebut, sehingga pembelajaran akan benar-benar bersifat goal oriented. Dengan demikian kita tidak akan kebingungan memilih materi yang akan kita berikan pada siswa atau peserta didik lainnya. Sementara materi/content hanyalah alat yang kita gunakan untuk mengantarka peserta didik pada tujuan yang telah kita tentukan.

Contoh kasusnya sebagai berikut. Misalnya kita akan membuat sebuah pelatihan dalam organisasi. Pertama-tama kita tentukan dulu goal dari pelatihan itu. Misalnya kita menginginkan output yang berjiwa kepemimpinan, berfikir sistematis, dan memiliki militansi yang tinggi. Setelah kita mendapatkan goalnya, selanjutnya barulah kita memilih materi yang diberikan.

Dalam contoh kasus di atas, ada tiga goal dari pelatihan itu. Goal yang pertama adalah mendidik peserta agar memiliki jiwa kepemimpinan. Untuk goal ini, kita bisa memberikan materi-materi kepemimpinan misalnya metode perang sun tzu yang sarat dengan ilmu strategi. Selanjutnya goal yang kedua adalah peserta diharapkan memiliki cara berfikir sistematis maka kita bias berikan ilmu manajemen pada mereka. Dan yang terakhir adalah militansi yang tinggi. Untuk goal yang terakhir kita bisa memberikan materi siroh nabawiyah dan menceritakan kisah sahabat-sahabat Beliau SAW yang tetap berjuang walaupun menerima cobaan yang bertubi-tubi.

Kurang lebih begitulah cara menentukan materi. Tentukan dulu tujuannya lalu pilih angkot yang sesuai. Maksudnya tentukan dulu tujuan pembelajarannya lalu pilih materi yang sesuai yang bisa mengantarkan peserta didik pada tujuan pembelajaran.

Rabu, 17 September 2008

MANIFESTASI PEMBELAJARAN

Seorang siswa yang telah mengalami perbuatan belajar akan ditandai dengan adanya perubahan pola-pola sambutan dan tingkah laku indivudu. Perubahan ini merupakan manifestasi perbuatan belajar. Ini berarti bahwa seseorang yang telah mengalami proses belajar akan mengalami perubahan tingkah lakunya secara keseluruhan. Perubahan itu meliputi beberapa hal yaitu,

1. kebiasaan
2. keterampilan
3. pengamatan
4. berfikir asosiatif dan daya ingat
5. berfikir rasional
6. sikap
7. inhibisi
8. apresiasi
9. tingkah laku afektif.


1. KEBIASAAN
Kebiasaan adalah suatu cara bagi individu untuk bertindak. Kebiasaan terjadi secara otomatis pada diri individu tanpa harus berfikir terlebih dahulu.

Kebiasaan merupakan suatu hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar. Artinya setiap individu yang telah mengalami suatu proses belajar akan terlihat dalam kebiasaan sehari-harinya. Misalnya seseorang yag telah belajar mengetik. Proses selama belajar mengetik akan membentuk suatu kebiasaan tersendiri dalam hal mengetik pada pribadi yang melakukan pembelajaran itu. Misalnya ia akan terbiasa mengetik dengan sepuluh jari. Mengetik dengan sepuluh jari merupakan suatu kebiasan yang diperoleh setelah proses belajar itu.

Kebiasaan diperoleh semenjak seseorang masih bayi. Kebiasaan diperoleh dari hasil belajar dan pengalaman yang dialami oleh seseorang. Untuk itulah orangtua dan guru bertugs untuk menanamkan kebiasaan yang baik pada anak didiknya.


2. KETERAMPILAN
Berbeda dengan kebiasaan, keterampilan merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat neuromuscular artinya kegiatan yang dilakukan dengan kesadaran yang tinggi. Oleh karena itu keterampilan memerlukan kesadaran intelektual yang tinggi.

Keterampilan sangat erat kaitannya dengan kegiatan motorik. Karenanya sering disebut juga sebagai keterampilan motoris atau sensory motor type of skill. Kegiatan mengendarai mobil, melukis, dan menjahit merupakan contoh dari kegiatan ini dan kesemuanya memerlukan kordinasi gerakan atau kordinasi sensoris motoris yang tinggi. Ciri-ciri terampil tidaknya seseorang dalam melakukan suatu kegiatan adalah,
a) ketelitian, yang ditandai dengan jumlah kesalahan minimum.
b) kordinasi system respons yang harmonis, dan
c) kecepatan, yang ditandai dengan lamanya waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan
suatu kegiatan dengan tingkat kesalahan minimum dengan kata lain tidak asal-asalan.

Sebagai contoh adalah seseorang yang memiliki keterampilan bermain gitar. Kita dapat meliat ketelitiannya dalam bermain, kordinasi system yang harmonis sehingga ia dapat bermain dengan lihai, dan kecepatannya dalam memindahkan tangannya dari satu kunci menuju kunci lain. Hal serupa juga dapat kita lihat pada saat seseorang sedang melukis, bersepeda, menyetir, dam masih banyak lagi.


3. PENGAMATAN
Pengamatan adalah satu bentuk belajar yang dilakukan olah manusia. Pengamatan erupakan sebuah proses penangkapan dan penerjemahan pesan yang ada pada stimuli melaui alat indra. Pengamatan adalah salah satu hal yang penting dalam proses belajar karena pengamatan akan memunculkan definisi. Jika pengamatan yang dilakukan salah, maka definisi yang dimunculkan pun pasti salah.

Pengamatan dimulai dari proses diskriminasi dan generalisasi. Diskriminasi adalah proses untuk membedakan sesuatu. Contohnya adalah ketika seorang anak sedang melakukan pengamatan terhadap warna. Ketika ia melihat warna merah, maka ia akan membedakannya dari warna lainnya. Ia akan memisahkan warna merah dari warna yang lain dan dari proses diskriminasi itu ia akan dapat mengambil kesimpulan dari pengamatan yang ia lakukan. Akhirnya ia dapat menyimpulkan apa itu warna merah. Seangkan eneralisasi adalah sebuah pengamatan dengan cara mencari persamaan dari bena-benda yang diamati.

Agar pengamatan berjalan dengan baik, maka kita memerlukan media dan alat yang benar dan sesuai.


4. BERFIKIR ASOSIATIF DAN DAYA INGATAN
Secar sederhana, asosiatif dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan untuk menghubungkan data-data yang telah diperoleh. Contoh dari kemampuan mengasosiasi misalnya menghubungkan antara 17 Agustus dan Hari Proklamasi, Bandung dan Konfrensi Asia Afrika, endri Dunant dan Palang Merah Dunia, atau Kremlin dan Rusia. Proses asosiatif hanya akan terjadi apabila antara data yang dimiliki baik itu yang lama maupun yang baru memiliki hubungan yang logis.

Berfikir asosiatif hanya mungkin terjadi apabila seseorang telah belajar tentang data yang ia dapatkan. Misalnya seseorang hanya akan mengasosiasikan bandung denga Konfrensi Asia Afrika apabila ia telah mempeajari sejarah KAA. Selain itu, kemampuanberfikir asosiatif juga dipengaruhi oleh beberapa fakrtor diantaranbya materi yang dipelajari, sifat dan bentuk proses belajar, cara belajar, daya ingatan dan lain-lain.

Selanjutnya daya ingatan juga menjadi manifestasi dalam perbuatan belajar. Daya ingatan menyimpan informasi yang telah diperoleh siswa selama proses pembelajaran itu.


5. BERFIKIR RASIONAL
Berfikir rasional merupakan suatu proses berfikir dengan tingkat abstraksi yang tinggi. Berfikir rasional sering dikaitkan dengan bagaimana (how) dan mengapa (why). Dalam berfikir rasional seseorang dituntut untuk dapat melihat hubungan sebab-akibat, menganalisa masalah, menarik generalisasi, menarik hokum-hukum dan membuat ramalan. Selanjutnya berfikir rasional akan sangat berguna dalam memecahkan masalah (problem approach).


6. SIKAP
Sikap yang dimaksud bukanlah sikap yang yang merupakan definisi dari ranah afektif. Sikap yang dimaksud adalah sikap ketika siswa menghadapi objek. Misalnya sikap ketika siswa sedang menghadapi masalah. Kegiatan belajar akan mempengaruhi sikap seseorang dalam menghadapi suatu objek.


7. INHIBISI
Inhibisi adalah membuang sikap yang tidak bergna ketika seseroang sedang melakukan interaksi dengan lingkungannya mudahnya adalah menahan nafsu dari tindakan-tindakan yang tidak perlu. Hal ini dilakukan agar seseorang melakukan tindakan seefektif mungkin dalam bertindak.

Contohnya adalah ketika seseorang sedang belajar di dalam kelas. Ia bisa memilih mana yang harus dan tidak harus mencatat. Sikap inhibisi mendorongnya untuk tidak menulis hal yang tidak perlu. Inhibisi akan membawa seseorang pada tindakan efektif.
Inhibisi didapat selama proses belajar berlangsung.


8. APRESIASI
Apresiasi adalah sutu sikap menghargai terhadap sesuatu yang bernilai luhur seperti nilai, agama, tatakarma, dan ilmu pengetehuan. Apresisasi seseorang dapat di tentukan dari proses belajar orang itu. Misalnya seseorang yang belajar keras untuk melukis akan mengapresiasi nilai suatu lukisan dengan sangat tinggi.

9. LINGKAH LAKU AFEKTIF
Dalam taksonomy Bloom ada tiga ranah dalam pendidikan yaitu ranah afektif, psikomotorik, dan kognitif. Ranah afektif atau sikap akan dibenuk selama proses pembelajaran itu. Bahkan jika telaah ulang, sesungguhnya tujuan pendidikan sendiri adalah untuk mendewasakan seseorang. Dengan demikian dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya kita harus benar-benar memperhatikan perubahan sikap pada peserta didik.