A. Konsep CTL
Ctl merupakan salah satu bentuk membelajarkan siswa dengan cara memberikan pengalaman langsung. Siswa belajar dari lingkungan yang berada di sekitarnya. Salah satu contohnya adalah siswa yang disuruh melakukan observasi di pasar. Kemudian siswa itu disuruh menjelaskan apa saja yang ia pelajari selama melakukan observasi di pasar.
Ada tiga prinsip dalam pembelajaran CTL. Pertama, siswa dituntut untuk menemukan sendiri pengetahuan baru. Tidak hanya mendapatkan pengetahuan yang baru, namun lebih dari itu siswa dikondisikan agar dapat memahami proses yang terjadi dalam mendapatkan ilmu itu. Singkatnya, siswa membangun sendiri pengetahuannya.
Kedua, siswa dituntut untuk dapat menghubungkan ilmu yang ia dapatkan di sekolah dengan kejadian actual di masyarakat. Ketiga, diharapkan siswa dapat mengaplikasikan ilmu yang ia dapatkan dengan kejadian aktual di masyarakat.
Terkait dengan itu, ada lima karakteristik penting dalam CTL.
1. Pembelajaran merupakan pengaktivan kembali informasi yang sudah ada pada siswa.
2. CTL merupakan suatu upaya untuk mendapat pengetahuan yang didapatan dengan cara deduktif.
3. Pemahaman yang diperoleh bukan untuk dihafal, tetapi untuk difahami dan diyakini.
4. Mempraktekan pengetahuan yang telah didapat.
5. Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan.
B. Prosedur CTL
Setiap siswa memiliki gaya belajar sendiri. Bobbi Deporter (1992) menyebutkan hal itu sebagai unsure modalitas belajar. Menurutnya ada tiga belajar pada tiap diri siswa dimana tiap orang memiliki kecenderungan terhadap salah satunya. Ketiga hal itu adalah visual, auditorial, dan kinestetis. Siswa yang memiliki kecenderungan visual akan cenderung belajar dengan cara melihat. Siswa dengan kecenderungan auditorial akan lebih tertarik untuk belajar dengan mendengarkan suara-suara. Sementara siswa dengan karakter kinestetis akan lebih tertarik untuk praktek dengan melakukan suatu kegiatan atau menyentuh secara langsung.
Dalam CTL, guru dituntut untuk dapat memahami karakteristik belajar siswa sehingga siswa dapat belajar dengan gayanya masing-masing. Dalam pembelajaran konvensional, guru sering lupa memperhatikan hal ini. Sehingga yang terjadi adalah apa yang dikatakan Oleh Paulo Freire sebagai pemaksaan kehendak.
Sehubungan dengan itu, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru ketika akan menerapkan gaya belajar CTL.
1. Siswa harus dipandang sebagai manusia yag sedang berkembang dan bukan sebagai orang dewasa dalam ukuran kecil. Kemampuan belajar siswa sangat dipengaruhi oleh level perkembangan siswa sehingga kita tidak boleh memberikan pelajaran yang tidak sesuai dengan level perkembangan siswa tersebut. Dengan demikian guru tidak bertindak sebagai penguasa dalam sebuah pembelajaran, namun ia berperan sebagai pembimbing siswa dalam membimbing mereka sesuai dengan level perkembangannya.
2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk mencoba hal yang baru. Mereka akan senang jika mendapat tantangan-tantangan yang baru. Oleh karena itu, gur uberperan sebagai pemilih objek baru dan menantang yang akan dipelajari oleh siswa.
3. Belajar bagi siswa adalah mengaitkan hal-hal yang telah dikuasi dengan informasi baru yang mereka dapatkan. Dengan demikian tugs guru adalah untuk mengaitkan informasi yang telah ada pada siswa dengan hal baru yang ia pelajari.
4. Belajar merupakan proses penyempurnaan skema yang sudah ada pada diri siswa (asimilasi) dan membuat skema yang baru (akomodasi). Dengan demikian guru bertugas untuk membantu melakukan proses asimilasi dan akomodasi.
C. Filsafat dan Teori Belajar dalam CTL
CTL sangat dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme. Menurut filsafat ini, Tuhan menciptakan alam semesta dan manusia menjadi tuan dari ciptaan-Nya. Mengetahui berarti tahu dan faham tentang proses pembuatannya dan untuk mencapai itu, maka manusia harus mengkonstruk pemahamannya. Dengan demikian, ilmu tidak dapat diperoeh dari orang lain semisal guru, namun harus diperoleh sendiri sehingga ia dapat mengkonstruk pengetahuannya.
Sama dengan aliran filsafat yang mendasarinya, CTL menggunakan teori belajar konstruktivstik. Menurut Peaget, setiap menusia memiliki kemampuan untuk mengkonstruk sendiri pengetahuan yang akan dimilikinya. Ia menyebutnya sebagai skema. Belajar adalah soal menyempurnakan skema yang sudah ada (asimilasi) dan membentuk skema yang baru (akomodasi).